Awal terbentuknya kerajaan luwu kaitannya dengan kebudayaan keris
Senjata berpamor pada umumnya untuk keperluan senjata pusaka karena dipercaya memiliki kelebihan2 yang berhubungan dengan aura kepemimpinan,… selain besi pamor.. di Luwu juga dikenal besi khusus untuk berperang namanya besi Ponglejing yang banyak dipergunakan sebagai senjata perang khususnya dari suku To Rongkong.
Wettu rioloE, wettu pammulanna engka to macellaE gemme’na, no pole lopinna ri birittasi’E, lokka i makkutana ko to kampongE. To kampong E wettunna ro, na mapparakai lopinna, masolang ngi engsele’na. Na wettunna makkutana i to macella’E gemme’na, to kampong E de’ na pahang ngi, aga hatu na pau. Kira-kira pakkutanana yaro to macella’E gemme’na, mappakkoi: “Desculpar-me, qual é o nome deste local?” Yero to kampongE, naaseng ngi kapang, “agatu ta katenning?”. Mabbeli adani to kampongE, “Sele’bessi”. Pole mappakoni ro, na saba’ asenna ‘Celebes’.
Terjemahan bebas: Pada waktu lampau, pada saat pertama kali rombongan orang yang berambut merah turun dari perahu dan menghampiri penduduk setempat yang sedang bekerja membuat perahu. Pimpinan rombongan tersebut bertanya mungkin dalam bahasa Portugis yang tidak dimengerti, mungkin bertanya ‘Apa nama tempat ini?’ Penduduk yang ditanyai, karena tidak paham, hanya mengira-ngira mungkin dia ditanya benda apa yang sedang dia pegang? Dengan spontan penduduk tersebut menjawab ‘Sele’bessi’ yang artinya engsel besi. Sejak saat itu, pimpinan orang yang berambut merah mencatat lokasi yang mereka datangi bernama daerah ‘Celebes’.
Salah satu ekspedisi ilmiah dunia terkait dengan Sulawesi dilakukan oleh Alfred Russel Wallace yang mengemukakan suatu garis pembatas tentang flora dan fauna yang ada di Indonesia. Juga ekspedisi Snellius (Universitas Leiden) yang mempelajari tentang kondisi bawah permukaan sekitar Sulawesi sampai ke Maluku. Kedua ekspedisi ilmiah pada zaman tersebut menggunakan nama ‘Celebes’.
Yang menarik adalah masyarakat lokal pada waktu itu belum menyadari untuk memberikan nama ke pulau tempat mereka berdiam. Sehingga untuk hal ini, Celebes merupakan eksonim untuk pulau yang nyaris berbentuk huruf K ini. Dari Celebes ini kemudian berevolusi menjadi ‘Sulawesi’ yang menjadi endonim sampai saat ini.
Dalam buku itu, disebutkan Kerajaan Luwu pernah memainkan peran penting pada periode keemasan Majapahit. Karena itu, nama Luwu tercatat dalam kitab Nagarakartagama yang selesai ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365.
Diduga, Majapahit mengadakan kontak atau hubungan niaga dengan Kedatuan Luwu dikarenakan daerah ini memiliki sumber besi yang berkualitas baik, yang pada saat itu diperlukan oleh karajaan Majapahit untuk produk peralatan senjata/keris Jawa yang terkenal karena mengandung pamor Luwu.
Tempat yang diduga sebagai sumber bahan mineral adalah daerah Matano dan beberapa daerah di Limbong. Dalam laporan OXIS project dinyatakan:“The world’s largest nickel-mining complex is located in the southern bank of Lake matano, which has led to speculation that bickellifeous iron ore from the Matano area was smelted to produce the famous pamor Luwu used in Majapahit krisses”
Lebih lanjut Pak Iwan-sapaan akrabnya- menyebutkan data-data pendukung bahwa Desa Matano pernah menjadi sentra industri dan pemukiman yang kompleks. Ditandai antara lain dengan adanya sisa benteng tanah dua lapis di sisi barat Desa Matano, mata air, batu dakon, situs pekuburan tua.
Rupanya Pak Iwan tidak puas hanya dengan bercerita. Beliaupun mengajak kami mengunjungi kompleks pekuburan Lakamandiu yang terletak di Bukit Pa’angkaburu, sekitar 10-an km dari Desa Matano.
Menurut Pak Iwan, yang juga ketua jurusan Arkelogi Unhas ini, Matano menjadi penting karena tradisi lisan banyak menyebutkan bahwa daerah perbukitan Danau Matano dipandang sebagai zona sumber bijih besi Luwu yang berkualitas dan kemungkinan besar pernah diekspor ke Jawa, dan diokupasi sejak sekurang-kurangnya abad XIV.
Bijih laterit yang kandungan besinya dikatakan sampai 50% serta nikel banyak ditemukan di atas muka tanah sekitar Danau Matano. Dari hasil ekskavasi yang telah dilakukan, temuan dominan di situs Matano berupa terak besi, arang, serpihan batuan lebih dari 700 buah dalam satu kotak ekskavasi yang berukuran 1×1 m. Serpihan batu ini diduga dipakai sebagai batu pematik api (batu api).
Pada survey awal tahu 1995 oleh tim kecil yang dipimpin oleh David Bulbeck, ditemukan sisa-sisa tanah yang teroksidasi besi sepanjang tepi danau Desa Matano yang mengindikasikan sejarah yang panjang. Data lainnya berupa serpih batu (chert), fragmen gerabah hias dan polos. Selain itu diperoleh informasi adanya areal yang disebut Rahampu’u, artinya rumah pertama, yang merupakan cikal bakal pemukiman di Desa Matano.
Situs Nuha dan Pontanoa Bangka
Selain di Desa Matano, penggalian dilakukan pada tempat lain yang dianggap sebagai unit-unit pemukiman kuno di sepanjang penggiran Danau Matano, yaitu Nuha, Sukoyo, dan Pontanoa Bangka.
Disimpulkan Matano, Nuha dan Sukoyo untuk sementara diidentifikasi sebagai tempat hunian utama. Dalam konteks populasi pinggir danau, terutama bagi komunitas Nuha dan Sukoyo, dala situasi tersebut, paling representatif menggunakan Pontanoa Bangka sebagai tempat penguburan.
Pertanggalan mengenai tungku sisa-sisa pengolahan bijih besi yang ditemukan di Nuha menunjukkan bahwa sejak 1000-1500 tahun lalu masyarakat Nuha telah mengenal pengolahan bijih besi. Meskipun masih bersifat hipotesis tetapi kemungkinan besar pada masa itu masyarakat Nuha juga telah mengenal penempaan besi menjadi alat-alat kebutuhan sehari-hari, bukan mustahil juga dibuat untuk mensuplai permintaan pasar.
Diduga sekitar 1500 tahun yang lalu, kemungkinan besar masyarakat Nuha telah memiliki kontak dengan dunia luar. Jalan darat dapat mengitari bagian punggung pengunungan sekitar Danau Matano yang kemudian dapat menembus daerah seperti cerekang dan Ussu. Pada bagian utara Nuha, jalan darat dapat menghubungkan beberapa wilayah yang berbeda dalam kawasan pesisisr timur Sulawesi Tenggara dan Tengah.
Bukti kuat interaksi Nuha dengan wilayah luar, dengan ditemukannya sisa kain yang terbuat dari kapas serta manik-manik (dua diantaranya adalah dari bahan kornelian), diduga berasal dari pertengahan millennium pertama, yakni dari tahun 410-660 Masehi atau berumur ±1520 tahun yang lalu.
Demikian juga sisa kain, boleh jadi mewakili produk kain tertua yang penah itemukan di Indonesia dan merupakan jenis tekstil yang hanya diproduksi di India.
Meskipun letak geografisnya terpencil, namun terbukti, potensi sumber daya alam dan populasi yang telah menguasai keahlian dalam teknologi logam, memungkinkan daerah perbukitan Matano itu menjadi terbuka, setidaknya pernah menjalin hubungan eksternal dengan kelompok-kelompok komunitas lain dalam jaringan niaga maritim yang luas.
Hubungan itu menghidupkan arus komunikasi timbal balik dan saling ketergantungan. Jika demikian maka Nuha merupakan zona sumber alam potensial sehingga memungkinkan terjadinya barter ataupun bentuk-bentuk pertukaran kuno lainnya dari dan ke tempat ini.
Sayangnya, data arkeologi Nuha tidak tersedia cukup untuk memberi penjelasan kapan dan bagaimana pola perdagangan ataupun barter yang pernah terjadi. Tetapi kemungkinan sekali hal ini bermula dari hasil hutan seperti damar dan gaharu yang banyak ditemukan di sepanjang perbukitan dan lebah-lembah sekitar Danau Matano. Jenis interaksi ini kemudian memunculkan inovasi baru dalam bentuk pengolahan bijih besi dan besar kemungkinan menjadi komoditas utama mengikuti perkembangan pasar yang membutuhkan bahan baku pembuatan alat logam.
Pekuburan Pra Islam di Pontanoa Bangka
Pontanoa Bangka dalam bahasa lokasl berarti perahu yang ditenggelamkan ke dasar danau. Di situs ini terdapat lokasi penguburan pra islam.
Komposisi temuan ekskavasi dimulai dengan sebuah wadah gerabah yang di sekitarnya banyak ditemukan manik-manik. Di bagian bawah wadah ditemukan hamparan arang padat dan terkonsentrasi.
Pada kedalaman ±100 centimeter, ditemukan fotur yang berisi beberapa fragmen gelang dan cincin perunggu serta beberapa cangkang kemiri. Di kedalaman kurang lebih dua meter, ditemukan fitur lain yang berisi gelang, cincin, manik-manik, parang, kain dan tikar dari daun pandan/lontar(?) yang telah lapuk. Asosiasi ini kemungkinan besar merupakan satu set aksesoris perhiasan yang dibungkus dengan kain kemudian diletakkan di tas tikar bersamaan dengan parang.
Sementara pengajuan atas sisa pekerjaan besi dari Nuha memberi bukti tentang kegiatan olah logam tertua; pertanggalan arang yang tersisa pada tungku pembakaran menunjukkan umur 1000 BP. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa lapisan pertama (kubur dengan wadah) ada situs kubur Pontanoa bangka sejaman dengan pemukiman di Nuha.
dari hal diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa di masa silam telah ada populasi lokal yang cukup memiliki keahlian dalam teknologi logam yang selama beberapa abad pernah menjadi andalan ekonomi Luwu. Dan rasanya tak mengherankan jika dikekinian ada perusahaan raksasa, seperti PT Inco yang bercokol untuk menambang dan memanfaatkan potensi mineral tersebut. ***
sumber klik disini
dimanaki dapat itu foto badik? kek pernah saya liat.
thanks
sy ada badik luwu 3 pucuk dan mnurut opu sy itu adalah salah satu peninggalan datu luwu ke 28 yaitu andi cella slias andi coppo alias opu dg matterru yg kemudia hari diwarisi opu nenek sy andi tendrengeng opu to palancoi,,khasiat dr badik ini masing2 berbeda..ada yg apabila diriskan ke paha ayam maka semua bulu ayam trsebut rontok dan tdk keluar darah alias darah mbeku..ada yg apabila ada bahaya yg mau mngarah ke kita maka dia tercabut,,ada jg apabila di hadapkan ke ayam maka ayam tersebut lari seakan2 ketakutan,,yg sy mau taxakan benar tdk apabila di maharkan akan kmbali keasalx atau tdk ?
sejarah terkadang membingungkan.
kalo di makassar cerita yang saya dapat bahwa sulawesi => celebes => sele’ bassi
dari kata sele’ (menaruh senjata di pinggang) bassi (besi, bisa juga berarti benda tajam/senjata)
tertarik dengan hubungan Luwu dan Majapahit dalam kitab negarakertagama, dalam kitab tersebut disebutkan bahwa Luwu sebagai negara taklukan. Apakah memang seperti itu?
Saya suka cerita dan sejarah 🙂
klo bahasa Jawa, Sula : pulau, Wesi : besi, sebenarnya keris itu senjatanya orang Luwu atau orang Jawa?