Banyak orang mengira kalau Luwu itu merupakan sebuah suku, pernyataan inilah yang banyak membuat pakar budaya Luwu sampai tertawa jika mendengar pernyataan tersebut.. kenapa hal tersebut membuat pakar Budaya tertawa…??

Oke kita akan kupas masalah tersebut secara tajam setajam Kawali Luwu..

Di beberapa seminar Budaya, Luwu selalu di istimewakan, bukan sebagai sebuah Suku tetapi lebih luas lagi cakupannya yaitu Luwu sebagai suatu Area, Wanua, Lembata di masa lalu atau disebut juga sebagai prokem bangsa. Sama dengan misalakan negara Indonesia mempunyai banyak anak suku suku dan tidak pernah menyebutkan Suku Indonesia.

Dan sebagaimana kita tau Luwu itu bukanlah suku tetapi suatu prokem di masa lalu yang melahirkan suku suku yang ada dalam wilayah kekuasaan Luwu itu sendiri.

Tetapi kadang jika membahas tentang Luwu ini tiap Suku yang termasuk anak suku dari Luwu kadang mempunyai versi tersendiri, jadi sulit untuk mendapatkan titik temu yang akurat, oleh karena itu dalam tulisan ini kita kaji secara Balance untuk memperoleh titik terang tersebut.

Dan untuk membahas hal tersebut kita mulai dimana asal muasal dari Nama Luwu itu sendiri, pada Era Tomanurung  Batara guru, nama Luwu itu berasal dari dua nama kerajaan besar yaitu Kerajaan Lu dan Wu di daratan Cina. Dan dinyatakan pertama kali disekitar bukit Pensomoni dan Lampenai (Luwu Timur Sekarang ). Luwu menurut Tokoh Tionghoa berarti “Lu” adalah daratan dan “Wu” adalah hijau. Inilah mengapa Suku Wotu menyatakan sebagai “Wotu ontonna luwu” atau artinya “Wotu adalah Pusat dari Luwu” karena disanalah dicetuskan pertama kali kata Luwu, Sehingga di dalam kitab I La Galigo jelas sekali menyebutkan “…Ma’senggo-senggo ri mengkonga (Mengkonga adalah Wilayah tenggara yang dihuni oleh Suku Tolaki) Ma’badong ri Toraja, Kajangki ri Luwu..”

Pernyataan di atas sangat jelas sekali menyatakan “Kajangki ri Luwu” berarti Luwu pada saat itu masih sekitar wilayah Wotu sampai dengan Cerrea (Cerekang) karena tarian asli Wotu adalah kajangki. Disini sudah jelas juga bahwasanya Toraja dan mengkonga belum masuk dalam bingaki Luwu. Dipertegas dalam buku sejarah Baebunta bahwa Balailo Nurung (Tomanurung baebunta) datang sejaman dengan Batara guru yang turun di Wotu (Luwu). Artinya Baebunta juga belum masuk pada wilayah Luwu pada saat itu. Dan kesaksian dari keturunan Empolemba Pamona mengatakan jikalau mau ma’dui (membuat makanan khas dari sagu) biasanya mengambil Sagu di Luwu, artinya Pamona pada saat itu juga belum masuk dalam wilayah Luwu.

Nanti pada saat periode ke-2 (dua) To Manurung (setelah Vakum Pitu Pariyama) datanglah Simpurusiang kemudian datu-datu (sebutan untuk pemimpin Luwu) selanjutnya memperlebar wilayah dengan perpindahan Wareq beberapa kali. Ada Kerajaan yang masuk di wilayah Luwu karena dianggap sebagai Kakak dan ada juga Kerajaan yang masuk dalam Wilayah Luwu karena ditaklukkan.

Jadi sangat besar kemungkinan Toraja masuk wilayah Luwu karena dianggap sebagai kakak, sama halnya dengan Wotu yang dianggap sebagai Kakak begitupun dengan wilayah Baebunta dan kesemuanya Wilayah tersebut digolongkan sebagai “Bate-bate saliweng Pare”.

Nah maka dari sutulah sehingga Macoa Wotu, Baebunta dan Toraja memberi kepercayaan dan bergabung pada wilayah Luwu yang dipimpin To Wateq dikarenakan kekaguman mereka terhadap moyangnya yang bergelar “Batara Guru” karena Moyang terdahulu tersebut datang membawa ilmu, memberi nilai nilai kearifan lokal dari kebiasaan bilang “iyo (proto)” menjadi halus dengan sebutan “iye (neutro)” dan masih banyak lagi kearifan lokal lainnya, sehingga masyarakat Protomelayu mempercayakan turunan tersebut menjadi “Datu” (pemimpin Luwu).

Dan kalau kemudian hari ada cerita cerita bahwa orang Toraja itu “ata’” dan Wotu tergolong “Palili” itu adalah kesalahan yang sangat besar. Karena tidak dinafikkan lagi bahwa “matasa arung” nanti ada turunan dari “sanggalanya”. Karena tidak sah prosesi adat Luwu kalu tidak pamit kepada “Macoa Bawalipu”  (pemimpin adat tertinggi Wotu yang berarti Kausaprima bumi) untuk pengambilan air/uwe mami dan pembangunan istana, serta duduk sejajar dengan Datu adalah Macoa/kakak.

Serta ibunda Sawerigading yaitu “We Senggeng” berasal dari Tompotikka, ma’dara Takku, dan kalau ma’dara Takku berarti mempunyai turunan Toraja. Berarti ibunda Sawerigading ada darah Torajanya.

Khayangan Cina, tompotikka Toraja, Bure liu (dunia bawah) atau di bawahnya pulau Sulawesi adalah Pulau Jawa. (Ini berdasarkan cara pandang orang terdahulu yang menganggap Bumi itu datar tdk bulat, jadi yang ada di atasx Pulau sulawesi di sebut Khayangan dan Yang ada di bawah Pulau Sulawesi di sebut dunia bawah). Jadi sangat Wajar jika ada Datu Luwu mempunyai Darah Majapahit.

Satu hal lagi fakta ternyata “Senrijaya” itu sriwijaya jadi tidah heran kalau ada juga Datu Luwu yang mempunyai darah Sriwijaya. Karena “Sabaktua” di Sumatera dan “Sabbangparu”di luwu. Dan masih banyak lagi teka teki lain tentang Luwu yang belum terkuak.

Mungkin ini sedikit memperjelas kenapa toraja masuk wilayah luwu. tapi hal ini merupakan referensi saat perpisahaan wilayah toraja dan luwu bahwa Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.34/1952 tentang Pembubaran Daerah Sulawesi Selatan bentukan Belanda/Jepang termasuk Daerah yang berstatus Kerajaan. Peraturan Pemerintah No.56/1951 tentang Pembentukan Gabungan Sulawesi Selatan. Dengan demikian daerah gabungan tersebut dibubarkan dan wilayahnya dibagi menjadi 7 tujuh daerah swatantra. Satu di antaranya adalah daerah Swatantra Luwu yang mewilayahi seluruh daerah Luwu dan Tana Toraja dengan pusat Pemerintahan berada di Kota Palopo.

Berselang beberapa tahun kemudian, Pemerintah Pusat menetapkan beberapa Undang-Undang Darurat, antara lain:

Undang-Undang Darurat No.2/1957 tentang Pembubaran Daerah Makassar, Jeneponto dan Takalar.
Undang-Undang Darurat No. 3/1957 tentang Pembubaran Daerah Luwu dan Pembentukan Bone, Wajo dan Soppeng. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No. 4/1957, maka Daerah Luwu menjadi daerah Swatantra dan terpisah dengan Tana Toraja.

Jadi jelas sekali bahwa toraja termasuk wilayah kedatuan luwu kemudian kedatuan menyatakan sikap bergabung dengan republik Indonesia. Kemudian wilayahx dibagi seperti diatas. sedangkan penggabungan Toraja dikedatuan Luwu sudah sedari dulu. Bisa jadi pada saat perkawinan leluhur kita.

Dan toraja masuk wilayah luwu secara baik (sikapi), seindah hati leluhur dimasa lalu yang dibawah pajung kedatuan luwu. Setegas Andi Djemma yang menyatakan sikap melebur kedatuan luwu yang mempunyai  12 anak suku kedalam Republik Indonesia. Ini sikap cinta, sikap sayang, bukan karna luwu ditaklukan oleh indonesia, tetapi rasa persatuan, seperti itulah leluhur kita dimasa lalu merasa bersatu bersaudara sehingga dipajungi dikedatuan Luwu. ^_^

sebagian besar bersumber dari saudara Musly Anwar